Proses upacara perkawinan adat istiadat minangkabau


Daerah minangkabau yang terletak disebelah barat pulau sumatera, dengan mayoritas penduduknya muslim memiliki upacara adat pernikahan yang sangat beragam antara satu luhak adat dengan luhak adat lainnya. Namun adanya kesepakatan antara satu luhak adat dengan luhak adat lainnya untuk saling menerima tatacara pernikahan yang mereka anggap baik dan menarik untuk dilaksanakan.

Proses upacara perkawinan adat istiadat minangkabau dapat dibuat menjadi suatu urutan sebagai berikut :

I. Maresek / penjajakan
II. Maminang / batimbang tando
III. Minta izin / Mahanta Siriah
IV. Babako / Babaki
V. Malam Bainai
VI. Manjapuik Marapulai
VII. Pemberian Gelar
VIII. Penyambutan di rumah anak daro
 
I. Maresek

kawin.jpgAwal dari sebuah perkawinan jika menjadi urusan keluarga, bermula dari penjajakan. Di Minangkabau sendiri kegiatan ini di sebut dengan berbagai istilah. Ada yang menyebut maresek, ada yang mengatakan marisiak, ada juga yang menyebut marosok sesuai dengan dialek daerah masing-masing. Tapi tujuan dan artinya sama yaitu melakukan penjajakan pertama.
Tata cara pelaksanaannya berbeda-beda di Sumatera Barat. Ada nagari-nagari di mana perempuan yang datang dahulu melamar. Tapi ada juga nagari-nagari di mana pihak laki-laki yang melakukan pelamaran. Namun sesuai dengan system kekerabatan matrilineal yang berlaku di Minankabau, maka yang umum melakukan lamaran ini adalah pihak keluarga perempuan.
Pelaksanaan penjajakan tidak perlu ayah-ibu atau mamak-mamak langsung dari si anak gadis yang akan di carikan jodoh itu yang datang. Biasanya perempuan-perempuan yang sudah berpengalaman untuk urusan-urusan semacam itu yang di utus terlebih dahulu. Tujuannya adalah mengajuk-ajuk apa pemuda yang dituju telah ada niat untuk dikawinkan dan kalau sudah berniat apakah ada kemungkinan kalau dijodohkan dengan anak gadis si A yang juga sudah berniat untuk berumah tangga.
Jika mamak atau ayah bundanya nampak memberikan respon yang baik, maka angin baik ini segera di sampaikan kembali oleh si telangkai tadi kepada mamak dan ayah bunda pihak si gadis.
Urusan resek-maresek ini tidak hanya berlaku dalam tradisi lama, tetapi juga berlaku sampai sekarang baik bagi keluarga yang masih berada di Sumatera Barat, maupun bagi mereka yang sudah bermukim di rantau-rantau.
Terutama tentu saja bagi keluarga-keluarga yang keputusan-keputusan penting masih tergantung kepada orang-orang tua mereka. Untuk kasus-kasus yang semacam ini, tentang siapa yang harus terlebih dahulu melakukan penjajakan, tidaklah merupakan masalah. Karena di sini berlaku hokum sesuai dengan pepatah petitih :

Sia marunduk sia bungkuak
Sia malompek sia patah
Artinya siapa yang berkehendak,tentulah dia yang harus mengalah
Seringkali resek-maresek ini tidak selesai satu kali, tapi bisa berlanjut dalam beberapa kali perundingan. Dan jika semuanya telah bersepakat untuk saling menjodohkan anak kemenakan masing-masing dan segala persyaratan untuk itupun telah di setujui oleh pihak keluarga laki-laki dengan telangki yang, maka barulah selanjutnya di tentukan untuk mengadakan pertemuan secara lebih resmi oleh keluarga kedua belah pihak. Acara inilah yang di sebut acara maminang. II. Maminang/Batimbang Tando
kawin2.jpgPada hari yang telah ditentukan, pihak keluarga anak gadis yang akan dijodohkan itu dengan dipimpin oleh mamak mamaknya datang bersama-sama kerumah keluarga calon muda yang dituju. Lazimnya untuk acara pertemuan resmi pertama ini diikuti oleh ibu dan ayah si gadis dan diiringkan oleh beberapa orang wanita yang patut-patut dari keluarganya. Dan biasanya rombongan yang datang juga telah membawa seorang juru bicara yang mahir berbasa-basi dan fasih berkata-kata, jika sekiranya si mamak sendiri bukan orang ahli untuk itu.
Untuk menghindarkan hal-hal yang dapt menjadi penghalang bagi kelancaran pertemuan kedua keluarga untuk pertama kali ini, lazimnya si telangkai yang marisiak, sebelumnya telah membicarakan dan mencari kesepakatan dengan keluarga pihak pria mengenai materi apa saja yang akan di bicarakan pada acara maminang itu. Apakah setelah meminang dan pinangan di terima lalu langsung di lakukaan acara batuka tando atau batimbang tando ?
Batuka tando secara harfiah artinya adalah bertukar tanda. Kedua belah pihak keluarga yang telah bersepakat untuk saling menjodohkan anak kemenakannya itu, saling memberikan tanda sebagai ikatan sesuai dengan hokum perjanjian pertunangan menurut adat Minagkabau yang berbunyi ;
Btampuak lah buliah dijinjing,.
Batali lah buliah diirik.
Artinya kalau tanda telah dipertukarkan dalan satu acara resmi oleh keluarga belah pihak, maka bukan saja antar kedua anak muda tersebut telah ada keterikatan dan pengesahan masyarakatan sebagai dua orang yang telah bertunangan, tetapi juga antar kedua keluarga pun telah terikatan untuk saling mengisi adat dan terikat untuk tidak dapat memutuskan secara sepihak perjanjian yang telah disepakati itu.
Barang-barang yang dibawa
Barang-barang yang dibawa waktu meminang, yang utama adalah sirih pinang lengkap. Apakah di susun dalam carano atau dibawa dengan kampia, tidak menjadi soal. Yang penting sirih lengkap harus ada. Tidaklah di sebut beradat sebuah acara, kalau tidak ada sirih pinang lengkap harus ada. Tidaklah di sebut beradat sebuah acara, kalau tidak ada sirih diketengahkan.
Pada daun sirih yang dikunyah menimbulkan dua rasa di lidah, yaitu pahit dan manis, terkandung symbol-simbol tentang harapan dan kearifan manusia akan kekurangan-kekurangan mereka. Lazim saja selama pertemuan itu terjadi kekhilafan-kekhilafan baik dalam tindak-tanduk maupun dalam perkataan, maka dengan menyuguhkan sirih di awal pertemuan, maka segala yang janggal itu tidak akan jadi gunjingan. Sebagaimana dalam pasambahan siriah disebutkan :

Kok siriah lah kami makan
Manik lah lakek di ujuang lidah
Pahik lah luluih karangkuangan
Jika sirih sudah kami makan
Yang manis lekat di ujung lidah
Yang pahit lolos ke kerongkongan.
Artinya orang tidak lagi mengigat-mengigat segala yang jelek, hanya yang manis saja pada pertemuan itu yang akan melekat dalam kenangannya.
Kalau disepakati sebelumnya bahwa pada acara maminang tersebut sekaligus juga akan dilangsungkan acara batuka tando atau batimbang tando maka benda yang akan dipertukarkan sebagai tanda itu juga dibawa dalam wadh yang sudah dihias. Yang dijadikan sebagai tanda untuk dipertukarkan lazimnya adalah benda-benda pusaka, sepertikeris, atau kain adat yang mengandung nilai sejarah bagi keluarga.
Karena nilai sejarahnya inilah maka barang -barang yang dijadikan sebagai tanda itu sangat berharga bagi keluarga yang bersangkutan dan karena itu pula maka setelah nanti akad nikah dilangsungkan, masing-masing tanda ini harus di kembalikan lagi dalam suatu acara resmi oleh kedua belah pihak.
Urutan Acara
Pembicaran dalam acara maminang dan batuka tando ini berlangsung antara mamak atau wakil dari pihak keluarga si gadis dengan mamak atau wakil dari pihak keluarga pemuda. . Bertolak dari penjajakan yang telah dilakukan sebelumnya ada empat hal secara simultan yang dapat dibicarakan, dimufakati dan diputuskan oleh kedua belah pihak saat itu.
Namun menurut yang lazim di kampung, jika acara maminang itu bukan sesuatu yang direkayasa oleh kedua keluarga sebelumnya, maka acara ini akan berlangsung berkali-kali sebelum urutan ketentuan di atas dapat dilaksanakan. Karena pihak keluarga pemuda pasti tidak dapat memberikan jawaban lagsung pada pertemuan pertama itu. Orang tuanya atau ninik mamaknya akan meminta waktu dengan keluarga-keluarganya yang patut-patut lainnya. Paling -paling pada pertemuan tersebut, pihak keluarga pemuda menentukan waktu kapan mereka memberikan jawaban atas lamaran itu.
Acara maminang yang berlangsung di kota-kota umumnya sudah dibuat dengan scenario yang praktis berdasqrkan persetujuan kedua keluarga, sehingga urutan-urutan seperti kami cantukan diatas dapat dilaksanan secara simultan dan diselasaikan dalam satu kali pertemuan.
Tata Cara
Setelah rombongan keluarga pihak wanita dipersilakan naik ke atas rumah dan didududkan di sekitar seprai yang telah ditata dengan makanan-makanan kecil, maka mamak atau jurubicara dari pihak keluarga wanita yang datang yang kan memulai pembicaraan menurut tata adat sopan santun Minang yang disebut pasambahan.
Sambah yang dilakukan dengan mengakat kedua telapak tangn dihadpan wajah ini, harus ditujukan kepada ninik mamak atau orang yang memang sudah ditentukan oleh keluarga pihak pria yang telah ditunjuk untuk itu.
Yang menjadi inti pembicaraan pertama ialah pasambahan siriah, di mana jurubicara pihak keluarga yang datang menyuguhkan sirih lengkap yang dibawahnya untuk dicicipi oleh semua yang patut -patut dalam keluarga pihak laki-laki. Sirih yang disuguhkan itu juga tidak harus dimakan; dengan memegang atau mengupil secuil daun sirih itu saja juga sudah dianggap sah.
Setelah itu barulah juru bicara pihak yang datang menanyakan apakah mereka sudah boleh menyampaikan maksud dan tujuan dari kedatangan mereka itu.
Lazimnya menurut adat, permintaan dari yang datang ini tidak langsung dipenuhi oleh keluarga yang menunggu.
Bagaimanapun sesuai dengan basa-basi, sebelum pembicaraan dimulai, pihak tuan rumah ingin menyuguhkan makanan dan minuman yang telah terhidang sebagai pelepas lelah bagi tamu-tamunya. Dalam hal ini berlaku hokum pepatah petitih adat yang mengatakan :
Jikok manggolek dinan data
Jikok barudiang sudah makan
Jikalau berbaring di tempat yang rata
Kalau berunding sesuadh makan
Selesa makan dan minum, juru bicara keluarga yang datang akan mengulangi lagi permintaannya apakah sudah dibolehkan menyampaikan maksud kedatangan mereka.
Jika lamaran telah diterima, maka dilangsungkanlah acara batuka tando. Tanda dari pihak keluarga perempuan yang meminang diserahkan olek ninik mamaknya kepada ninik mamak keluarga pria. Dan dari ninik mamak ini baru diteruskan kepada ibu dari calon mempelai wanita. Begitu pula sebaliknya.
1. Melamar : Menyampaikan secara resmi lamaran dari pihak kelurga si gadis kepada pihak keluarga si pemuda.
2. Batuka tando : Mempertukarkan tanda ikatan masing-masing
3. Baretong : Memperembukkan tata cara yang akan dilaksanakan nanti dalam penjumpatan calon pengantin pria waktu akan dinikahkan.
4. Manakuak Hari : Menentukan waktu kapan niat itu akan dilaksanakan

Bila seorang pemuda telah ditentukan jodoh dan hari perkawinannya, maka kewajiban yang pertama menurut adat yang terpikul langsung ke diri orang yang bersangkutan, ialah memberitahu dan mohon restu kepada mamak-mamaknya, kepada saudara-saudara ayahnya ; kepada kakak-kakanya yang telah berkeluarga dan kepada orang-orang tua lainnya yang dihormati dalam kelurganya.
Acara ini pada beberapa daerah di Sumatera barat di sebut minta izin.
Bagi calon pengantin wanita, kewajiban ini tidaklah terpikul langsung kepada calon anak daro, tetapi dilaksanakan oleh kaum keluarganya yang wanita yang telah berkeluarga , acara ini disebut mahanta siriah. Atau menghantar sirih.
Tata cara
Pada hari yang telah ditentukan calon mempelai pria dengan membawa seorang kawan ( biasanya teman dekatnya yang telah atau baru berkeluarga) pergi mendatangi langsung rumah isteri dari keluarga-keluarga yang patut dihormati.
Kemudian menjelaskan segala rencana perhelatan yang akan diadakan oleh orang tuanya.
Lalu minta izin (mohon doa) restu dan kalu perlu minta petunjuk dan sifat yang diperlukan dalam rencana perkawinan.
Terakhir tentu memohon kehadiran orang bersangkutan serta seluruh keluarganya pada hari-hari perhelatan tersebut.
Tata busana
Untuk melaksanakan acara ini calon pengantin pria diharuskan untuk mengenakan busana khusus. Ada dua pilihan untuk itu yang lazim berlaku sampai sekarang di beberapa daerah di Sumatera Barat :
1. Mengenakan celana batik dengan baju ganting cina berkopiah hitam dan menyandang kain sarung pelekat (atau sarung bugis )
2. Mengenakan celana batik degan kemeja putih yang diluarnya dilapisi dengan jas, kerah kemeja ke luar menjepit leher jas. Tetap memakai kopiah dengan kain sarung pelekat yang disandang di bahu atau dilingkarkan di leher.
Dahulu si calon mempelai pria juga di haruskan untuk membawa salapah (semacam tempat untuk rokok daun nipah dengan tembakaunya) sekarang ditukar dengan rokok biasa. Sebab tujuan membawa barang tersebut hanyalah sebagai suguhan pertama sebelum membuka kata .
Bagi keluarga calon pengantin wanita yang bertugas melaksanakan acara ini yang disebut mahanta siriah, yaitu peralatan yang dibawa sesuai dengan namanya yaitu seperangkat daun sirih lengkap bersadah pinang yang telah tersusun rapi baik di letakkan diatas carano maupun di dalam kampia (tas yang terbuat dari daun pandan). Sebelum maksud kedatangan disampaikan maka sirih ini terlebih dahulu yang disuguhkan kepada orang yang didatangi.
IV. Babako -BabakiPelaksanaan acara ini dalam rentetan tata cara perkawinan menurut adat Minangkabau memang dilaksanakan oleh pihak bako. Yang disebut bako, ialah seluruh keluarga dari pihak ayah. Sedangkan pihak bako ini menyebut anak-anak yang dilahirkan oleh keluarga mereka yang laki-laki dengan isterinya dari suku yang lain dengan sebutan anak pusako. Tetapi ada juga beberapa nagari yang menyebutnya dengan istilah anak pisang atau anak ujung emas.
Dalam sisitim kekerabatab matrilineal di Minangkabau, pihak keluarga bapak tidaklah begitu banyak terlibat dan berperan dalam kegiatan-kegiatan yang dilakasanakan dalam lingkungan keluarga anak pusakonya. Menurut ketentuan ketentuan adat setidaknya ada empat peristiwa dalam kehidupan seorang anak pusako dimana pihak bako ikut berkewajiban untuk mengisi adat atau melaksanakan acaranya secara khusus.
Empat peristiwa tersebut ialah :
1. Waktu melaksanakan acara turun mandi atau memotong rambut anak pusako beberapa waktu setelah dilahirkan.
2. Waktu perkawinannya.
3. Waktu pengangkatannya jadi penghulu (kalau dia laki-laki)
4. Waktu kematiannya.
Khusus pada waktu perkawianan anak pusako, keterlibatan pihak bako ini terungkap dalam acara adat yang disebut babako-babaki. Dalam acara itu, sejumlah keluarga ayah secara khusus mengisi adat dengan datang berombongan kerumah calon mempelai wanita dengan membawa berbagai macam antaran.
Hakikat dari acara ini ialah bahwa pada peristiwa penting semacam itu, pihak keluarga ayah ingin memperlihatkan kasih sayangnya kepad anak pusako mereka dan merasa harus ikut memikul beban sesuai dengan kemampuan mereka.
Karena itulah dalam acara ini rombongan pihak bako waktu datang kerumah anak pusakonya membawa berbagai macam antaran.
Acara ini dilaksanakan beberapa hari sebelum acara akad nikah dilangsungkan. Untuk efisiensi waktu dan biaya terutama di kota-kota besar, acara babako-babaki ini sekarang sering distalikan pelaksanaannya dengan acara malam bainai.
Sore harinya pihak bako datang dantetap tinggal di rumah anak pusakonya itu untuk dapat mengikuti acara bainai yang akan dilang-sungkan malam harinya.
Tata cara
Menurut tradisi di kampung, gadis anak pusako yang akan kawin biasanya dijemput dulu oleh bakonya dan dibawa kerumah keluarga ayahnya itu. Calon anak daro ini akan bermalam semalam di rumah bakonya, dan pada kesempatan itu yang tua-tua akan memberikan petuah dan nasehat yang berguna bagi si calon pengantin sebagai bekal untuk menghadapi kehidupan berumah tangga nanti.
Arak-arakan bako mengahantar anak pusako ini diiringkan oleh para ninik mamak dan ibu-ibu yang menjunjung berbagai macam antaran dan sering pula dimeriahkan dengan iringan pemain-pemain musik tradisional yang ditabuh sepanjang jalan.
Keluarga ibu juga mempersiapkan penyabutab kedatngan rombongan bako ini dengan tidak kalah meriahnya. Mulai dari penyambutan dihalaman dengan tari gelombang sampai kepada penyediaan hidangan-hidangan di atas rumah
Barang yang dibawa bako
1. Sirih lengkap dalam carano (sebagai kepla adat )
2. Nasi kuning singggang ayam (sebagai makanan adat)
3. Perangkat busana. Bisa berupa bahan pakaian atau baju yang telah dijahit,selimut dan lain-lain.
4. Perangkat perhiasan emas
5. Perangkat bahan mentah yang diperlukan di dapur untuk persiapan perhelatan, seperti beras, kelapa binatang-binatang ternak yang hidup, seperti ayam kambing atau kerbau.
6. Perangkat makanan yang telah jadi, baik berupa lauk pauk maupun kue-kue besar atau kecil.
Menurut tradisi di kampung dulu, bawaan pihak bako ini juga dilengkapi dengan berbagai macam bibit tumbuh-tumbuhan yang selain mengandung arti simbolik juga dapat dipergunakan oleh calon anak daro dan suaminya sebagai modal untuk membina perekomonian rumah tangganya nanti.
Lazim juga dibeberapa daerah di Minangkabau, air harum racikan dari haruman tujuh macam bunga dengan sitawa sidingin dan tumbukan daun inai yang akan dipergunakan dalam acara mandi-mandi dan bainai, langsungkan disiapkan dan ikuti dibawa dalam arak-arakan keluarga bako ini.
 V. Malam Bainai
Bainai artinya melekatkan tumbukan halus daun pacar merah yang dalam istilah Sumatera Barat disebut daun inai ke kuku-kuku jari calon pegantin wanita. Bisa dilakukan oleh siapa saja. Mandi-mandi dilaksanakan oleh perempuan-perempuan tua, maka acara Bainai bisa oleh yang muda-muda pria dan wanita. Jumlahnya juga harus ganjil, 7 atau 9 orang.
Tumbukan halus daun inai ini kalau dibiarkan lekat semalam, akan meninggalkan bekas warna merah yang cemerlang pada kuku.
Filosofinya : Melindugi si calon pengantin wanita dari segala kejadian yang dapat mengganggu lancarnya perjalanan acara-acara yang akan dilaksanakan, baik yang didatangkan oleh manusia yang dengki maupun oleh setan-setan.
Ada kepercayaan orang-orang tua tempo dulu, keinginan-keinginan jahat dari seseorang dapat dimasukan melalui ujung-ujung jari. Karena itu ujung-ujung jari harus dilindungi dengan warna merah. Tapi lepas dari itu, pekerjaan memerahkan kuku bagi wanita sekarang ternyata juga merupakan bagian dari element kecantikan.
Lazimnya dan seterusnya acara ini dilangsungkan malam hari sebelum besok paginya calon anak daro melangsungkan akad nikah.
Tujuan :
1. Untuk membersihkan dan mensucikan si Calon Pengantin secara lahiriah dan badaniah. Serta untuk melakukan berbagai usaha agar si calon Pengantin nampak lebih cantik dan cemerlang selam pesta-pesta perkawinannya.
2. Untuk memberi kesempatan seluruh keluarga terdekat berkumpul menunjukan kasih saying dan memberikan doa restunya kepada si Calon Pengantin .
Tata cara
1. Babako-Babaki :
Keluarga pihak ayah yang dalam sistim kekerabatan Matrilinial Minang disebut Bako yang berperan penting dalam acara ini. Mereka datang lebih awal membawa segala perlengkapn yang diperlukan untuk acara serta sekalian membawa barang-barang bawaan pemberian pihak Bako untuk si Calon Anak daro. Penyerahan segala barang-barang bawaan bako ini kepada pihak keluarga pengantin wanita dilakukan secara resmi.
Filosofinya : Ringan sama dijinjing-Berat sama dipikul.
2. Sitawa Sidingin :
Jika semua keluarga terdekat telah hadir termasuk juga keluarga-keluarga terdekat Calon Pengantin Pria, maka dilangsungkan acara mandi-mandi secara simbolis dengan memercikkan air dengan ramuan 7 kembang. Air ini dipercikan kecuali oleh Ayah Bundanya juga oleh perempuan-perempuan tua atau sudah berkeluarga dilingkungan kelurga Bako- keluarga Ayah-Ibu dan keluarga Calon Besan. Jumlahnya harus ganjil-7 atau 9 orang.
Si calon Pengantin wanita didudukan pada satu tempat khusus dengan dipayungi dengan paying kuning oleh seorang dari saudara-saudara kandungnya yang laki-laki.
Filosofinya : kehormatan dan keselamatan seorang wanita berada dibawah lindungan saudaranya yang laki-laki yang dalam struktur kekeluargaan Minang akan menjadi mamak bagi anak-anak yang akan dilahirkan nanti.
Selain itu 2 orang Wanita saudara-saudara ibunya akan mendampingi dengan memegang kain Simpai .
Filosofinya : Keluarga-keluarga wanita dari pihak ibu ikut bertanggung jawab melindungi ponakan-ponakannya yang wanita dari segala aib dan gunjingan orang.
3. Manapak Jajakan kunigan :
Di beberapa nagari di Sumatera Barat acara malam bainai ini sering juga diawali lebih dahulu dengan acara mandi-mandi yang akan dilaksanakan khusus oleh wanita-wanita di siang hari atau sore harinya.
Maksudnya kira-kira sama dengan siraman dalam tradisi Jawa..
Jika kita simpulkan maka hakikat dari kedua acara ini untuk zaman kini mempunyai tujuan dan makna sebagai berikut :
1. Untuk mengungkapkan kasih saying keluarga kepada sang dara yang akan meninggalkan masa remajanya.
2. Untuk memberikan doa restu kepada calon pengantin yang segera akan membina kehidupan baru berumah tangga.
3. Untuk menyucikan diri calon pengantin lahir dan batin sebelum ia melaksanakan acara yang sacral, yaitu akad nikah,
4. Untuk membuat anak gadis kelihatan lebih cantik, segar dan cemerlang selama ia berdandan sebagai anak daro dalam perhelatan-perhelatannya.
Acara mandi-mandi secara simbolik ini harus diawali oleh ibunya dan diakhiri oleh Ayahnya. Setelah itu kedua ibu-Bapak menggandeng puterinya dengan penuh kasih saying secara pelan-pelan membawa menapak di atas kain jajakan kuning yang terentang antara tempat acara mandi-mandi dengan pelaminan dimana acara Bainai yang dilaksanakan.
Filosofinya : Bimbingan terakhir dari seorang ayah dan ibu yang telah membesarkan puterinya dengan penuh kehormatan, karena setelah menikah maka yang akan membimbingnya lagi adalah suaminya.
Demikianlah seluruh rangkaian acara malam bainai dan upacara ini seluruhnya dipandu oleh 2 orang wanita yang dalam istilah Minang disebut UCI-UCI.
VI. Manjapuik Marapulai
Diselenggarakan pada waktu menjemput calon mempelai pria ke rumah orang tuanya untuk dibawa kerumah calon pengantin wanita.
Hal-hal lain di luar ini, itu tergantung kepada adat istiadat daerah masing-masing yang berbeda-beda, serta perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Umpamanya untuk daerah pesisir Sumatera Barat seperti padang Pariaman, berlaku ketentuan untuk membawa payung kuning tujuh tungketan, tombak jingo janggi, pedang (kalau si calon pengantin prianya bergelar Marah, Sidi dan Bagindo ).
Tujuan dari manjapuik marapulai ini untuk menghormati calon menantu dan calon besan sesuai dengan adat Minang yang mengkategorikan mereka dalam keluarga yang harus diperlakukan secara lebih khusus dengan aturan ” Ereng-Gendeng” – “Kato Malereng- Datang bajapuik-Tibo basonsong.
Tata Caranya :
1. manjapuik :
Keluarga-keluarga terdekat pihak calon pengantin wanita termasuk menantu-menantu berpasangan suami isteri (minimal 5 pasangan ) dengan dipimpin seorang Ninik Mamak yang ahli berpetatah petitih sambil membawa 2 orang Pasundan berangkat menurut waktu yang telah ditentukan menuju rumah calon mempelai pria..
Secara umum menurut ketentuan adat yang lazim, dalam menjemput calon pengantin pria ini pihak keluarga calon pengantin wanita harus membawa tiga bawaan wajib, yaitu :
Pertama : Sirih lengkap dalam cerana menandakan datangnya secra beradat.
Kedua : Pakaian pengantin lengkap dari tutup kepala sampai ke alas kaki yang akan dipakai oleh calon pengantin pria.
Ketiga : Nasi kuning singgang ayam dan lauk-pauk yang telah dimasak serta makanan dan kue-kue lainnya sebagai buah tangan.
2. Sambah Manyambah :
Setalah sampai di rumah calon mempelai pria dan telah dipersilakan duduk diatas rumah ninik mamak juru bicara calon mempelai wanita membuka kata dengan mempersembahkan sirih kepada keluarga yang patut-patut diatas rumah itu terlebih dahulu. Kemudian baru menyampaikan maksud kedatangan yang ditujukan kepada wakil-ninik mamak calon mempelai pria yang telah ditujuk untuk itu. Pengutaran maksud dan jawabannya dilakukan dengan pepatah petitih Minang. Inilah yang disebut acara : “Sambah menyambah”.
Filosofinya : Untuk sebuah acara yang sacral semacam perkawinan tentulah diperlukan pembicaraan dan sikap yang lebih tertib dan sopan santun seremonial dibandingkan dengan pembicaraan-pembicaraan keseharian.
3. Mananyokan gala :
Pada kesempatan tersebut selain dari mengutarakan maksud kedatangan dan basa-basi lainnya yang penting lagi kalau calon menantu tersebut juga berasal dari minang maka waktu itu juga dengan sambah manyambah langsung ditanyakan siapa gelar yang telah diberikan oleh ninik mamak kaum kepada anak kemenakan mereka yang akan dikawinkan itu. Tapi kalau calon menatu tersebut bukan orang Minang, maka acara pemberian gelar diberikan oleh keluarga Ayah calon anak daro selesai acara akad nikah.
Filosofihnya : Untuk semenda-semenda dari Minang di sebut “Ketek banamo-Gadang bagala ” Sedangkan untuk semenda-semenda diluar Minang, disebut : Inggok mancangkam Tambang basitumpu.
4. Tari Galombang & Carano.
Jika acara di rumah calon mempelai pria telah selesai si calon telah didandani lalu diiringkan bersama-sama menuju rumah Calon mempelai wanita. Disini dilakukan penyambutan Adat sebagai berikut :
w Payung Kuning
Seturunnya dari mobil calon mempelai pria harus segera disambut dengan memayunginya dengan payung kuning.
Filosofinya : Calon pengantin pada hari perkawinanya. Ditinggikan sarantiang didahulukan salangkah artinya harus diperlakukan sebagai orang penting dengan segala atributnya.
w Tari Galombang
Lalu disambut oleh pemuda-pemuda dalam lingkungan kampung si Calon anak Daro dengan Tri Galombang.
Filosofinya : Tibo basongsong – dan keselamatan orang datang harus dijaga oleh pemuda-pemuda tsb yang dalam pola kekerabatan di Minang disebut “Parik Paga dalam Nagari”. Merekalah yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban kampung halamannya termasuk menjaga keselamatn tamu-tamu yang datang.
w Persembahan Carano
Penyambutan yang dilakukan dijalan raya dimuka rumah calon mempelai wanita ini dilanjutkan lagi dengan Tari Carano oleh sejumlah Dara-dara minang yang disebut Limpapeh Rumah Nan Gadang. Mereka mempersembahkan sirih lengkap dalam Carano Adat kepada Orang tua dan ninik mamak keluarga Calon mempelai pria dan terakhir kepada si calon sendiri.
Filosofihnya : tagak Adat – tagak Carano. Sirih lengkap dalam wadahnya yang disuguhkan kepada orang-orang yang dihormati itu berarti acara dilaksanakan secara ber-adat.
w Pasambahan Manyarahkan Anak kamanan
Selesai penyambutan dengan tari-tarian ini, maka dipintu ke pekarangan rumah calon mempelai wanita dilangsungkan lagi acara sambah-manyambah antara 2 ninik mamak yang telah ditunjuk untuk mewakil kedua keluarga itu. Persembahan dengan pepatah petitih minang ini bertujuan pokok dimana pihak keluarga calon pengantin pria menitipkan anak kemenakannya untuk dikawinkan dan mohon untuk dapat diterima diperlakukan pula sebagai anak kemenakan kandung sendiri dalam keluarga calon mempelai wanita.
Filosifnya ; tatungkuik samo makan tanah-talilantang samo minum ambun. Artinya perlakukan calon menantu itu sebagai anak kemenakan sendiri. Sakit sama merasakan sakit-senang sama menikamati kesenangan.
w Manapak Kain Jajaka Putih
Menapak kedalam pekarangan sebelum masuk kedalam rumah, dilakukan lagi penyambutan adat oleh perempuan- perempuan tua dilingkungan keluarga calon mempelai wanita. Mereka juga memegang wadah yang berisi beras kuning untuk ditaburkan kepada calon mempelai pria. Ini bermakna doa restu dari seluruh keluarga yang menunggu bagi calon menantu mereka. Setelah itu secara simbolik dituangkanlah beberapa tetes air kesepatu calon menantu untuk selanjutnya dikembangkan kain jajakan putih yang terbentang dari tempat tsb sampai ke tempat dimana acaraakad nikah akan dilangsungkan. Kain jajakan putih ini hanya boleh diinjak dan dilalui oleh Si calon Pengatin.
Filosofihnya : Perkawinan harus dilakukan hanya dengan niat yang suci dan hati yang bersih sesuci yang datang , sesuci itu pula hati yang menerima.
VII. Pemberian Gelar
Sesuatu yang sangat khas Minangkabau ilah bahwa setiap laki-laki yang telah dianggap dewasa harus mempunyai gelar. Ukuran dewasa seorang laki-laki ditentukan apabila ia telah berumah tangga. Oleh karena itulah untuk setiap pemuda Minang, pada hari perkawinannya ia harus diberi gelar pusaka kaumnya.
Penyembutan gelar seorang menantu, walaupun dengan kata-kata Tan saja untuk Sutan atau kuto saja untuk Sutan Mangkuto, telah mengungkapkan adanya sikap untuk menghormati sang menantu atau semendanya itu dan telah terbiasa memanggil nama.
Setiap kelompok orang seperut yang disebut satu suku didalam sistim kekerabatan Miangkabau mempunyai gelar pusaka kaum sendiri yang diturunkan dari ninik kepada mamak dan dari mamak kepada kemenakan-kemenakannya yang laki-laki. Gelar inilah yang diberikan sambut bersambut kepada pemuda-pemuda sepersukuan yang akan berumah tangga. Pada umumnya gelar untuk pemuda-pemuda yang baru kawin ini diawali dengan Sutan. Ada ketentuan adat yang tersendiri dalam menempatkan orang semenda dan menantu-menantu dari suku lain ini didalam struktur kekerabatan Minangkabau. Bagaimanapun para orang semenda ini, jika telah beristerikan perempuan Minang, maka mereka itu oleh pihak keluarga mempelai wanita ditegakkan sama tinggi dan kedudukan sama rendah dengan menantu dan orang semendanya yang lain.
kawin1.jpg
Bila akad nikah dilangsungkan dirumah calon mempelai wanita, bukan di masjid, maka acara penyambutan kedatangan calon mempelai pria dengan rombongannya dihalaman rumah calon pengantin wanita akan menjadi peristiwa besar . Acara ini disebut sebagai acara baralek gadang dengan menegakkan marawa-marawa Minang sepanjang jalan sekitar rumah.
Tata cara
Ada empat tata cara menurut adat istiadat Minang yang dapat dilakukan oleh pihak keluarga calon mempelai wanita dalam menyambut kedatangan calon mempelai pria yang dilangsungkan pada empat titik tempat yang berbeda pula dihalaman rumahnya.
Pertama, memayungi segea calon mempelai pria dengan paying kuning tepat pada waktu kedatangannya pada titik yang telah ditentukan di jalan raya di depan rumah. Atau kalau rombongan datang dengan mobil, pada titik tempat calon mempelai pria ditentukan untuk turun dari mobilnya dan akan melanjutkan perjalanan menuju rumah dalam arak-arakan berjalan kaki.
Kedua, penyambutan dengan tari gelombang Adat timbal balik oleh pemuda-pemuda yang disebut parik paga dalam nagari dengan memberiakan penghormatan pertama dan menjaga kiri kanan jalan yang akan dilewati oleh rombongan.
Pada satu titik di pertengahan jalan kedua barisan gelombang ini kan bersobok dan pimpinannya masing-masing akan melakukan sedikit persilatan. Kemudian acara dilanjutkan dengan barisan dara-dara limpapeh rumah nan gadang yang menyonsong mempersembahkan sirih lengkap dalam carano adat bertutup dalamak secara timbal balik dalam gerakan menyilang antara yang datang dan yang menanti.
Ketiga, sambah-menyambah antar jurubicara pihak tuan rumah dengan jurubicara rombongan calon mempelai pria yang dilangsungkan tepat di depan pintu gerbang sebelum masuk ke pekarangan rumah calon mempelai wanita. Menurut adanya sambah-manyambah di luar rumah ini diawali oleh jurubicara pihak calon pengantin wanita sebagai sapaan kehormatan atas datangnya tamu-tamu kerumah mereka.
Keempat, penyambutan oleh perempuan-perempuan tua tepat pada titik sebelum calon mempelai pria memasuki pintu utama rumah. Perempuan-perempuan inilah menaburi calon pengantin pria dengan beras kuning sambil berpantung dan kemudian setelah mempersilahkan naik manapiak bandua maningkek janjang, mencuci kaki calon menantunya dengan menuangkan sedikit air ke ujung sepatu calon mempelai pria.
Tata Busana
Dua orang yang jadi jurubicara untuk sambah menyambah boleh berpakaian yang sama dengan keluarga.Yaitu pakai sarung dan berkemeja dilapisi jas di luarnya, yang penting kepalanya harus tertutup dengan kopiah hitam. Boleh juga dikenakan busana model engku damang atau yang sekarang juga sering disebut sebagai jas dubes. Atau kalau dia hanya memakai kemeja dan pantaloon biasa maka di lehernya harus dikalungkan kain pelekat yang kedua ujungnya terjuntai ke dada. Sedangkan kepala harus memakai kopiah.
ACARA ADAT SESUDAH AKAD NIKAH
1. Sambah Bakti :
Selesai acara akad nikah secara Islam maka dilanjutkan lagi dengan beberapa acara adat. Yang pertama kedua pengantin yang sudah syah menjadi suami isteri itu wajib melakukan Sembah bakti kepada Ayah Bunda dan ayah ibu mertua masing-masing dan terhadap nenek kakek dari kedua belah pihak.
Filosofinya : Sejak detik itu kekempat orang tua dan nenek kakek masing-masing telah berstatus sama sebagai Ayah Bunda dan nenek kakek mereka berdua untuk juga diberikan perhatian dan kasih saying yang tidak berbeda.
2. Mamasang Cincin
Secara bersilang oleh Ibuda masing-masing dilakukan pemasangan cincin kawin kepada masing-masing menantunya dijari manis kanan.
Filosofinya : Basuluah bulan matoari-bagalanggang mato urang banyak. Batampuak bullah dijinjiang – batali buliah diirik. Artinya : Dengan disaksikan orang banyak mereka telah dinyatakan sayah terikat sebagai suami isteri.
3. Malewakan gala.
Kalau untuk menantu yang berasal dari Minang, gelar adat yang yang diberikan oleh kaumnya disampaikan secara resmi dalam kesempatan ini langsung oleh ninik mamak atau yang mewakili keluarga pengantin pria. Untuk menantu yang bukan berasal dari Minang. Gelar ini disebutkan secara resmi oleh wakil keluarga Ayah bpengantin Pria.
Filosofinya : Seorang semenda harus lah dihormati oleh keluarga pengantin Wanita dan tidaklah layak untuk memanggilnya hanya dengan menyebut namanya saja. Itu dapat dilakukan terhdap anak-anak kecil, sedangkan pemuda yang sudah kawin menurut tata tertib adat disebut sudah “gadang” sudah bisa dibawa berunding. “Ketek banamo-Gadang bagala”. Dan gelar ini juga harus disebutkan secara resmi ditengah-tengah orang ramai. Inilah yang disebut acara “Malewakan gala Marapulai”.
4. Balatuang kaniang.
Dengan disaksikan orang banyak kedua kening pengantin itu dipersentuhkan.
Filosofinya : Mereka sudah syah menjadi Muhrim. Dan persentuhan kulit tidak lagi membatalkan uduk mereka.
5. Mangaruak nasi kuning.
Kedua pengantin saling berebutan mengambil daging ayam yang tersembunyi didalam tumpukan nasi kuning. Dan bagian apa dari daging ayam itu yang mereka dapat bersama-sama dipertontonkan kepada tamu-tamu.
Maknanya : Menurut kepercayaan orang-orang tua dulu bagian-bagian apa dari daging ayam itu yang terpegang oleh masing-masing pengantin bisa meramalkan tentang posisi masing-masing nanti didalam mengelola kehidupan rumah tangga mereka.
Acara ini dilanjutkan dengan acara saling suap menyuapkan makanan tersebut. Terlebih dahulu si suami mengambil sejemput besar nasi kuning itu dan menyerahkan kepada si isteri. Si Isteri hanya memakannya secuwil saja dan menyimpan sisanya.
Filosofinya : Si Isteri didalam berumah tangga harus bisa berhemat dan tidak menghabiskan begitu saja semua rejeki yang diberikan oleh suaminya.
6. Bamain Coki.
Kedua suami baru itu dituntun untuk bermain coki, sejenis permainan semacam catur. Tapi sekarang memang banyak dipergunakan adalah papan catur itu sendiri.
Filosofinya : Suami Isteri dalam kehidupan berumah tangga harus bisa mengatur taktik dan strategi , bukan untuk saling mengalahkan tetapi yang penting bisa saling mengikuti pola main masing-masing demi untuk kebahagian dan kelanggengan perkawinan.
Manjalang/ Mahanta Nasi
Sesuai acara akad nikah yang dilanjutkan dengan basadiang di rumah kediaman mempelai wanita, maka sebuah acara lagi yang dikategorikan sebagai perhelatan besar dalam tata cara adat istiadat perkawinan di Minangkabau, ialah acara manjalang..
Tujuannya dan maksudnya , yaitu kewajiban untuk mengisi adat setelah akad nikah dari pihak keluarga mempelai wanita kepada keluarga mempelai pria.
Sesuai dengan judulnya mahanta nasi maka rombongan keluarga mempelai wanita yang datang kerumah ayah ibu mempelai pria wanita yang datang kerumah ayah ibu mempelai pria ini memang diharuskan untuk membawa berbagai macam makanan.
Semua bawaan ini ditata diatas diulang-ulang tinggi yang tertutup kain dalamak dan dibawa dengan dijunjung diatas kepla dalam barisan oleh wanita-wanita yang berpakaian adat. Prosesi inilah yang disebut dengan istilah manjujuang jamba.
Arak-arakan manjalang atau mahanta nasi dari rumah mempelai wanita ke rumah orang tua mempelai pria ini selain diikuti oleh wanita-wanita yang berpakaian adat atau berbaju kurung , juga diikuti oleh para ninik mamak yang mengenakan lengkap busana-busana adat sesuai dengan fungsinyadi dalam kaum. Adalah kewajiban adat bagi ayah ibu pengantin pria setelah acara selesai, sebelum tamu-tamu pulang, untuk mengisi beberapa wadah bekas pembawaan makanan keluarga pengantin wanita yang telah kosong.
Pelaminan
Secara kasat mata siapapun dapat melihat adanya pengaruh-pengaruh kebudayaan India dan kebudayaan India dan kebudayaan Cina pada corak dan motif ornamen-ornamen kain sulamannya. Hal ini lebih ditegaskan lagi, jika kita mengetahui bahwa benang emas yang dipergunakan untuk menyulam kain-kain adat Minang juga disebut benang macao.
Umpamanya untuk keturunan puti-puti kelambu yang dipergunakan harus berlapis tujuh. Dan semakin banyak banta gadang yang dipasang berarti semakin tinggi pula derajat orang yang dikawinkan, dan lain-lain sebagainya.
Sebagaimana kita menjaga identitas produk-produk kebudayaan Minang lainnya, maka untuk pelaminan pun ada hal-hal yang ensensial yang tidak boleh kita buang dan kta tinggalkan. Hal-hal yang ensensial yang memberi cirri Minang pada pelaminan itu ialah :
1. bahan-bahan yang dipergunakan baik untuk tabia maupun yang lain-lainnya ialah kain-kain bersulam benang emas atau perak dengan motif ukiran Minang.
2. Harus mempunyai banta-banta gadang.
3. Ada tirai (langik-langik) diatas tempat bersandingnya yang menggantungkan mainan angkin dan karamalai.
4. Ada lalansia, kulumbu balapih dan banta-banta kopek pada bilik utamannya.
5. Mempunyai galuangan dan kain jalin dengan butun-butun pengapit biliknya.
Hiasan Kepala Anak Daro
Suntiang Gadang
Bentuk hiasan kepala pengantin Wanita Minang yang dipakai secara umum sekarang, namanya suntiang gadang, berasal dari daerah Padang/Pariaman. Kata gadang berarti besar. Ini untuk membedakan, karena ada juga suntiang ketek (kecil) yang biasa dipakai oleh pendamping-pendamping pengantin yang disebut pasundan.
Penyusunan kembang-kembang sunting ini diatas kepala pengantin wanita mengikuti deret ganjil. Paling tinggi sebelas tingkat, dan paling rendah tujuh tingkat. Sedangkan sunting untuk para pasundan, dimulai dari deret lima sampai tiga.
Ada empat jenis nama kembang goyang yang disusun susun diatas kepala untuk membentuk sunting Minang tersebut. Lapisan-lapisan paling bawah dinamakan bungo arunai yang deretan terdiri dari tiga sampai lima lapis. Kemudian deretan bungo gadang yang deretannya terdiri dari tiga sampai lima lapis lagi. Dan yang paling diatas ialah deretan kambang goyang. Sedangkan bagian-bagian yang jatuh ke arah pipi kiri dan kanan, disebut kote-kote.
Busana Pengantin Minang
Bentuk utama dari busana tradisional wanita Minang adalah baju kurung.
Empat macam baju kurung.
1. Pertama, baju kurung batabue
Hiasan bunga-bunganya yang terbuat dari lempengan-lempengan loyang kecil berwarna emas dijahitkan bertabur di sekitar baju. Motif lempengan itu bermacam-macam. Ada yang berbentuk bunga, kupu-kupu atau wajik-wajik dan lain-lain sebagainya dalam ukuran kecil.
2. Kedua, baju kurung balapak
Dibuat dari kain songket tenunan benang katun dengan benang emas atau perak.
3. Ketiga, baju kurung basulam
Hiasan bunga-bunganya disulamkan kekain dengan mempergunakan benang-benang warna warni. Model sulaman ini sering juga disebut sulaman kepala peniti.
4. keempat, baju kurung batarawang.
Hiasan bunga-bung di buat dengan mencongkel atau melobangi bagian-bagian tertentu dari kain yang akan dijadikan baju.
Sedangkan pengantin Pria, mengenakan baju model roki sebutan untuk jas dan celananya. Karena baju jas itu terbuka maka untuk penutupdada dipakai rompi dengan ikatan tali ke punggung. Sedangkan pinggang memakai kain samping dari bahan songket balapak.
Yang umum dipakai sekarang oleh pengantin Pria Minang adalah tutup kepala berbentuk saluak. Karena itu disebut saluak marapulai.
Tari Galombang
Tarian yang dipergunakan untuk menyambut pengantin yang sesuai dengan adat istiadat Minang ialah tari galombang.
Dua macam galombang
Pola galombang adat timbal balik . Jika perhelatan mereka langsungkan dirumah-rumah dengan pekarangan yang luas atau kalau jalan raya di depan rumah mereka dapat ditutupi dari lalu lintas kendaraan lain selama berlangsungnya upacara acara tersebut.
Pola Galombang sapihak biasanya untuk pesta-pesta yang diadakan di gedung-gedung, maka maka dalam penyambutan datangnya pengantin dan keluarga lazimnya dinanti dengan barisan satu arah .
Ada empat macam lagu tradisional yang lazim dipergunakan untuk mengiringi tari galombang dan persembahan sirih ini.
- Lagu talempong Tupai baguluik untuk mengiringi gerakan maju penari-penari galombang.
- Lagu saluang lubuak sao untuk mengiringi gerak maju dara-dara yang membawa carano.
- Lagu bansi Palayaran untuk mengiringi tarian dara-dara yang membawa mempersembahkan sirih pada tamu-tamu.
- Lagu talempong si kambang manih untuk mengiringi tarian gembira ketika penari-penari galombang dan persembahan sirih mengelu-elukan kedatangan pengantin di akhir penyambutan.

tata cara pernikahan adat sumatra barat "BARALEK GADANG"


TATA CARA PERNIKAHAN ADAT MINANGKABAU "BARALEK GADANG"


Minangkabau memiliki prosesi pernikahan yang sangat beragam, begitu juga atribut pakaian dan perhiasan yang dikenakan pengantinnya dikala melangsungkan pernikahan. Masing-masing nagari memiliki karakteristik busana pengantin dan hiasan kepala yang dikenakan pengantin juga berbeda. Berikut ini tata cara perkawinan adat Minang, Sumatera Barat, Indonesia. Selain bercirikan megah, mewah dan meriah, pelaminan bernuansa emas dan perak. Gaun pengantin umumnya berbentuk tiga dimensi. Pada dasarnya prosesi pernikahan terdiri dari beberapa tahapan. Secara garis besar dapat dilihat berikut:

1. Maresek
Maresek merupakan penjajakan pertama sebagai permulaan dari rangkaian tatacara pelaksanaan pernikahan. Sesuai dengan sistem kekerabatan di Minangkabau, pihak keluarga wanita mendatangi pihak keluarga pria. Lazimnya pihak keluarga yang datang membawa buah tangan berupa kue atau buah-buahan sesuai dengan sopan santun budaya timur. Pada awalnya beberapa wanita yang berpengalaman diutus untuk mencari tahu apakah pemuda yang dituju berminat untuk menikah dan cocok dengan si gadis. Prosesi bisa berlangsung beberapa kali perundingan sampai tercapai sebuah kesepakatan dari kedua belah pihak keluarga

2. Meminang dan Bertukar Tanda
Keluarga calon mempelai wanita mendatangi keluarga calon mempelai pria untuk meminang. Bila tunangan diterima, berlanjut dengan bertukar tanda sebagai simbol pengikat perjanjian dan tidak dapat diputuskan secara sepihak. Acara melibatkan orang tua atau ninik mamak dan para sesepuh dari kedua belah pihak. Rombongan keluarga calon mempelai wanita datang dengan membawa sirih pinang lengkap disusun dalam carano atau kampla yaitu tas yang terbuat dari daun pandan. Menyuguhkan sirih diawal pertemuan dengan harapan apabila ada kekurangan atau kejanggalan tidak akan menjadi gunjingan. Sebaliknya, hal-hal yang manis dalam pertemuan akan melekat dan diingat selamanya. Selain itu juga disertakan oleh-oleh kue-kue dan buah-buahan. Benda-benda yang dipertukarkan biasanya benda-benda pusaka seperti keris, kain adat atau benda lain yang bernilai sejarah bagi keluarga. Benda-benda ini akan dikembalikan dalam suatu acara resmi setelah berlangsung akad nikah. Tata caranya diawali dengan juru bicara keluarga wanita yang menyuguhkan sirih lengkap untuk dicicipi oleh keluarga pihak laki-laki sebagai tanda persembahan. Juru bicara menyampaikan lamaran resmi. Jika diterima berlanjut dengan bertukar tanda ikatan masing-masing. Selanjutnya berembug soal tata cara penjemputan calon mempelai pria.

3. Mahanta / Minta Izin
Calon mempelai pria mengabarkan dan mohon doa restu rencana pernikahan kepada mamak-mamaknya, saudara-saudara ayahnya, kakak-kakaknya yang telah berkeluarga dan para sesepuh yang dihormati. Hal yang sama dilakukan oleh calon mempelai wanita, diwakili oleh kerabat wanita yang sudah berkeluarga dengan cara mengantar sirih. Bagi calon mempelai pria membawa selapah yang berisi daun nipah dan tembakau (namun saat ini sedah digantikan dengan rokok). Sementara bagi keluarga calon mempelai wanita ritual ini menyertakan sirih lengkap. Ritual ini ditujukan untuk memberitahukan dan mohon doa rencana pernikahannya. Biasanya keluarga yang didatangi akan memberikan bantuan untuk ikut memikul beban dan biaya pernikahan sesuai kemampuan.

4. Babako – Babaki
Pihak keluarga dari ayah calon mempelai wanita (disebut bako) ingin memperlihatkan kasih sayangnya dengan ikut memikul biaya sesuai kemampuan. Acara berlangsung beberapa hari sebelum acara akad nikah. Perlengkapan yang disertakan biasanya berupa sirih lengkap (sebagai kepala adat), nasi kuning singgang ayam (makanan adat), antaran barang yang diperlukan calon mempelai wanita seperti seperangkat busana, perhiasan emas, lauk pauk baik yang sudah dimasak maupun yang masih mentah, kue-kue dan sebagainya. Sesuai tradisi, calon mempelai wanita dijemput untuk dibawa ke rumah keluarga ayahnya. Kemudian para tetua memberi nasihat. Keesokan harinya, calon mempelai wanita diarak kembali ke rumahnya diiringi keluarga pihak ayah dengan membawa berbagai macam barang bantuan tadi.


5. Malam Bainai
Bainai berarti melekatkan tumbukan halus daun pacar merah atau daun inai ke kuku-kuku calon pengantin wanita. Tumbukan ini akan meninggalkan bekas warna merah cemerlang pada kuku. Lazimnya berlangsung malam hari sebelum akad nikah. Tradisi ini sebagai ungkapan kasih sayang dan doa restu dari para sesepuh keluarga mempelai wanita. . Filosofinya : Bimbingan terakhir dari seorang ayah dan ibu yang telah membesarkan puterinya dengan penuh kehormatan, karena setelah menikah maka yang akan membimbingnya lagi adalah suaminya. Busana khusus untuk upacara bainai yakni baju tokoh dan bersunting rendah. Perlengkapan lain yang digunakan antara lain air yang berisi keharuman tujuh kembang, daun iani tumbuk, payung kuning, kain jajakan kuning, kain simpai dan kursi untuk calon mempelai. Bersamaan dengan inai dipasang, berkumandang syair tradisi Minang pada malam bainai diwarnai dengan pekikan seruling. Calon mempelai wanita dengan baju tokoh dan bersunting rendah dibawa keluar dari kamar diapit kawan sebayanya. Acara mandi-mandi secara simbolik dengan memercikkan air harum tujuh kembang oleh para sesepuh dan kedua orang tua. Selanjutnya, kuku-kuku calon mempelai wanita diberi inai.

6. Manjapuik Marapulai
Ini adalah acara adat yang paling penting dalam seluruh rangkaian acara perkawinan menurut adat Minangkabau. Calon pengantin pria dijemput dan dibawa ke rumah calon pengantin wanita untuk melangsungkan akad nikah. Prosesi ini juga dibarengi pemberian gelar pusaka kepada calon mempelai pria sebagai tanda sudah dewasa. Lazimnya pihak keluarga calon pengantin wanita harus membawa sirih lengkap dalam cerana yang menandakan datangnya secara beradat, pakaian pengantin pria lengkap, nasi kuning singgang ayam, lauk pauk, kue-kue serta buah-buahan. Untuk daerah pesisir Sumatera barat biasanya juga menyertakan payung kuning, tombak, pedang serta uang jemputan atau uang hilang.Rombongan utusan dari keluarga calon mempelai wanita menjemput calon mempelai pria sambil membawa perlengkapan. Setelah prosesi sambah mayambah dan mengutarakan maksud kedatangan, barang-barang diserahkan. Calon pengantin pria beserta rombongan diarak menuju kediaman calon mempelai wanita.

7. Penyambutan di Rumah Anak Daro
Tradisi menyambut kedatangan calon mempelai pria di rumah calon mempelai wanita lazimnya merupakan momen meriah dan besar. Diiringi bunyi musik tradisional khas Minang yakni talempong dan gandang tabuk, serta barisan Gelombang Adat timbal balik yang terdiri dari pemuda-pemuda berpakaian silat, serta disambut para dara berpakaian adat yang menyuguhkan sirih.

Sirih dalam carano adat lengkap, payung kuning keemasan, beras kuning, kain jajakan putih merupakan perlengkapan yang biasanya digunakan.Keluarga mempelai wanita memayungi calon mempelai pria disambut dengan tari Gelombang Adat timbal balik. Berikutnya, barisan dara menyambut rombongan dengan persembahan sirih lengkap. Para sesepuh wanita menaburi calon pengantin pria dengan beras kuning. Sebelum memasuki pintu rumah, kaki calon mempelai pria diperciki air sebagai lambang mensucikan, lalu berjalan menapaki kain putih menuju ke tempat berlangsungnya akad.

8. Akad Nikah
Diawali pembacaan ayat suci, ijab kabul, nasehat perkawinan dan doa. Prosesi aqad nikah dilangsungkan sebagaimana biasa, sesuai syariat Islam. Ini merupakan pengejawantahan dari ABS-SBK (Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah) dan SMAM (Syara’ Mangato, Adat Mamakai). . Ijab Kabul umumnya dilakukan pada hari Jum’at siang

9. Basandiang di pelaminan
Marapulai dijapuik pihak anak daro. sesudah melakukan akad nikah untuk basandiang di rumah anak daro. Anak daro dan marapulai menanti tamu alek salingka alam diwarnai musik di halaman rumah. Ada lima acara adat Minang yang lazim dilaksanakan seusai akad nikah. Yaitu memulang tanda, mengumumkan gelar pengantin pria, mengadu kening, mengeruk nasi kuning dan bermain coki.


* Memulangkan tanda
Setelah resmi sebagai suami istri maka tanda yang diberikan sebagai ikatan janji sewaktu lamaran dikembalikan oleh kedua belah pihak, sebab barang memiliki nilai historis dan simbol pengikat mempelai.

*Mengumumnkan gelar pengantin pria
Gelar sebagai tanda kehormatan dan kedewasaan yang disandang mempelai pria lazimnya diumumkan langsung oleh ninik mamak kaumnya. Sesuatu yang sangat khas Minangkabau ialah bahwa setiap laki-laki yang telah dianggap dewasa harus mempunyai gelar. Ukuran dewasa seorang laki-laki ditentukan apabila ia telah berumah tangga. Oleh karena itulah untuk setiap pemuda Minang, pada hari perkawinannya ia harus diberi gelar pusaka kaumnya. Gelar suku tertentu berbeda dengan suku lain. Jadi suku Chaniago, Koto, Piliang memiliki gelar masing-masing.

Kalau untuk menantu yang berasal dari Minang, gelar adat yang yang diberikan oleh kaumnya disampaikan secara resmi dalam kesempatan ini langsung oleh ninik mamak atau yang mewakili keluarga pengantin pria. Untuk menantu yang bukan berasal dari Minang. Gelar ini disebutkan secara resmi oleh wakil keluarga Ayah pengantin Pria.
Filosofinya : Seorang semenda harus lah dihormati oleh keluarga pengantin wanita dan tidaklah layak untuk memanggilnya hanya dengan menyebut namanya saja. Itu dapat dilakukan terhadap anak-anak kecil, sedangkan pemuda yang sudah kawin menurut tata tertib adat disebut sudah "gadang” sudah bisa dibawa berunding. "Ketek banamo-Gadang bagala”. Dan gelar ini juga harus disebutkan secara resmi ditengah-tengah orang ramai. Inilah yang disebut acara "Malewakan gala Marapulai”.

*Mengadu Kening
Pasangan mempelai dipimpin oleh para sesepuh wanita menyentuhkan kening mereka satu sama lain. Kedua mempelai didudukkan saling berhadapan dan diantara wajah keduanya dipisahkan dengan sebuah kipas, lalu kipas diturunkan secara perlahan. Setelah itu kening pengantin akan saling bersentuhan. Filosofinya : Mereka sudah syah menjadi Muhrim. Dan persentuhan kulit tidak lagi membatalkan uduk mereka.

*Mangaruak Nasi Kuning
Prosesi ini mengisyaratkan hubungan kerjasama antara suami istri harus selalu saling menahan diri dan melengkapi. Ritual diawali dengan kedua pengantin berebut mengambil daging ayam yang tersembunyi di dalam nasi kuning. Bagian tubuh ayam yang terambil menandakan peranan masing-masing dalam rumah tangga. Kepala ayam artinya dominan dalam perkawinan. Dada ayam artinya berlapang dada dan penyabar. Paha dan sayap berarti menjadi pelindung keluarga dan anak-anaknya.

*Bermain Coki
Coki adalah permaian tradisional Ranah Minang. Yakni semacam permainan catur yang dilakukan oleh dua orang, papan permainan menyerupai halma. Permainan ini bermakna agar kedua mempelai bisa saling meluluhkan kekakuan dan egonya masing-masing agar tercipta kemesraan.

* Tari Payung
Dipercayai sebagai tarian pengantin baru. Syair `Berbendi-bendi ke sungai tanang`, berarti pasangan yang baru menikah pergi mandi ke kolam yang dinamai sungai Tanang yang mencerminkan berbulan madu. Penari memakai payung melambangkan peranan suami sebagai pelindung istri

10. Manikam Jajak
Satu minggu setelah akad nikah, umumnya pada hari Jum’at sore, kedua pengantin baru pergi ke rumah orang tua serta ninik mamak pengantin pria dengan membawa makanan. Tujuan dari upacara adat Manikam jajak di Minang ini adalah untuk menghormati atau memuliakan orang tua serta ninik mamak pengantin pria seperti orang tua dan ninik mamak sendiri.

pernikahan adat bali

Rangkaian tahapan pernikahan adat Bali adalah sebagai berikut:
  • Upacara Ngekeb
Acara ini bertujuan untuk mempersiapkan calon pengantin wanita dari kehidupan remaja menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga memohon doa restu kepada Tuhan Yang Maha Esa agar bersedia menurunkan kebahagiaan kepada pasangan ini serta nantinya mereka diberikan anugerah berupa keturunan yang baik.
Setelah itu pada sore harinya, seluruh tubuh calon pengantin wanita diberi luluran yang terbuat dari daun merak, kunyit, bunga kenanga, dan beras yang telah dihaluskan. Dipekarangan rumah juga disediakan wadah berisi air bunga untuk keperluan mandi calon pengantin. Selain itu air merang pun tersedia untuk keramas.

Sesudah acara mandi dan keramas selesai, pernikahan adat bali akan dilanjutkan dengan upacara di dalam kamar pengantin. Sebelumnya dalam kamar itu telah disediakan sesajen. Setelah masuk dalam kamar biasanya calon pengantin wanita tidak diperbolehkan lagi keluar dari kamar sampai calon suaminya datang menjemput. Pada saat acara penjemputan dilakukan, pengantin wanita seluruh tubuhnya mulai dari ujung kaki sampai kepalanya akan ditutupi dengan selembar kain kuning tipis. Hal ini sebagai perlambang bahwa pengantin wanita telah bersedia mengubur masa lalunya sebagai remaja dan kini telah siap menjalani kehidupan baru bersama pasangan hidupnya.
  • Mungkah Lawang ( Buka Pintu )
Seorang utusan Mungkah Lawang bertugas mengetuk pintu kamar tempat pengantin wanita berada sebanyak tiga kali sambil diiringi oleh seorang Malat yang menyanyikantembang Bali. Isi tembang tersebut adalah pesan yang mengatakan jika pengantin pria telah datang menjemput pengantin wanita dan memohon agar segera dibukakan pintu.
  • Upacara Mesegehagung
Sesampainya kedua pengantin di pekarangan rumah pengantin pria, keduanya turun dari tandu untuk bersiap melakukan upacara Mesegehagung yang tak lain bermakna sebagai ungkapan selamat datang kepada pengantin wanita. kemudian keduanya ditandu lagi menuju kamar pengantin. Ibu dari pengantin pria akan memasuki kamar tersebut dan mengatakan kepada pengantin wanita bahwa kain kuning yang menutupi tubuhnya akan segera dibuka untuk ditukarkan dengan uang kepeng satakan yang ditusuk dengan tali benang Bali dan biasanya berjumlah dua ratus kepeng
  • Madengen–dengen
Upacara ini bertujuan untuk membersihkan diri atau mensucikan kedua pengantin dari energi negatif dalam diri keduanya. Upacara dipimpin oleh seorang pemangku adat atau Balian
  • Mewidhi Widana
Dengan memakai baju kebesaran pengantin, mereka melaksanakan upacara Mewidhi Widana yang dipimpin oleh seorang Sulingguh atau Ida Peranda. Acara ini merupakan penyempurnaan pernikahan adat bali untuk meningkatkan pembersihan diri pengantin yang telah dilakukan pada acara – acara sebelumnya. Selanjutnya, keduanya menuju merajan yaitu tempat pemujaan untuk berdoa mohon izin dan restu Yang Kuasa. Acara ini dipimpin oleh seorang pemangku merajan
  • Mejauman Ngabe Tipat Bantal
Beberapa hari setelah pengantin resmi menjadi pasangan suami istri, maka pada hari yang telah disepakati kedua belah keluarga akan ikut mengantarkan kedua pengantin pulang ke rumah orang tua pengantin wanita untuk melakukan upacara Mejamuan. Acara ini dilakukan untuk memohon pamit kepada kedua orang tua serta sanak keluarga pengantin wanita, terutama kepada para leluhur, bahwa mulai saat itu pengantin wanita telah sah menjadi bagian dalam keluarga besar suaminya. Untuk upacara pamitan ini keluarga pengantin pria akan membawa sejumlah barang bawaan yang berisi berbagai panganan kue khas Bali seperti kue bantal, apem, alem, cerorot, kuskus, nagasari, kekupa, beras, gula, kopi, the, sirih pinang, bermacam buah–buahan serta lauk pauk khas bali.



adapun cara lain yang lebih lengkap

Tata Cara Pernikahan Adat Bali
Umat Hindu mempunyai tujuan hidup yang disebut Catur Purusa Artha yaitu Dharma, Artha, Kama dan Moksa. Hal ini tidak bisa diwujudkan sekaligus tetapi secara bertahap.
Tahapan untuk mewujudkan empat tujuan hidup itu disebut dengan Catur Asrama. Pada tahap Brahmacari asrama tujuan hidup diprioritaskan untuk mendapatkan Dharma. Grhasta Asrama memprioritaskan mewujudkan artha dan kama. Sedangkan pada Wanaprasta Asrama dan Sanyasa Asrama tujuan hidup diprioritaskan untuk mencapai moksa.
PENGERTIAN WIWAHA.
Perkawinan atau wiwaha adalah suatu upaya untuk mewujudkan tujuan hidup Grhasta Asrama. Tugas pokok dari Grhasta Asrama menurut lontar Agastya Parwa adalah mewujudkan suatu kehidupan yang disebut “Yatha sakti Kayika Dharma” yang artinya dengan kemampuan sendiri melaksanakan Dharma. Jadi seorang Grhasta harus benar-benar mampu mandiri mewujudkan Dharma dalam kehidupan ini. Kemandirian dan profesionalisme inilah yang harus benar-benar disiapkan oleh seorang Hindu yang ingin menempuh jenjang perkawinan.
TUJUAN WIWAHA.
Dalam perkawinan ada dua tujuan hidup yang harus dapat diselesaikan dengan tuntas yaitu mewujudkan artha dan kama yang berdasarkan Dharma.
Pada tahap persiapan, seseorang yang akan memasuki jenjang perkawinan amat membutuhkan bimbingan, khususnya agar dapat melakukannya dengan sukses atau memperkecil rintangan-rintangan yang mungkin timbul. Bimbingan tersebut akan amat baik kalau diberikan oleh seorang yang ahli dalam bidang agama Hindu, terutama mengenai tugas dan kewajiban seorang grhastha, untuk bisa mandiri di dalam mewujudkan tujuan hidup mendapatkan artha dan kama berdasarkan Dharma.

Menyucikan Diri
Perkawinan pada hakikatnya adalah suatu yadnya guna memberikan kesempatan kepada leluhur untuk menjelma kembali dalam rangka memperbaiki karmanya. Dalam kitab suci Sarasamuscaya sloka 2 disebutkan “Ri sakwehning sarwa bhuta, iking janma wang juga wenang gumaweakenikang subha asubha karma, kunang panentasakena ring subha karma juga ikang asubha karma pahalaning dadi wang” artinya: dari demikian banyaknya semua mahluk yang hidup, yang dilahirkan sebagai manusia itu saja yang dapat berbuat baik atau buruk. Adapun untuk peleburan perbuatan buruk ke dalam perbuatan yang baik, itu adalah manfaat jadi manusia.
Berkait dengan sloka di tas, karma hanya dengan menjelma sebagai manusia, karma dapat diperbaiki menuju subha karma secara sempurna. Melahirkan anak melalui perkawinan dan memeliharanya dengan penuh kasih sayang sesungguhnya suatu yadnya kepada leluhur. Lebih-lebih lagi kalau anak itu dapat dipelihara dan dididik menjadi manusia suputra, akan merupakan suatu perbuatan melebihi seratus yadnya, demikian disebutkan dalam Slokantara.
Perkawinan umat Hindu merupakan suatu yang suci dan sakral, oleh sebab itu pada jaman Weda, perkawinan ditentukan oleh seorang Resi, yang mampu melihat secara jelas, melebihi penglihatan rohani, pasangan yang akan dikawinkan. Dengan pandangan seorang Resi ahli atau Brahmana Sista, cocok atau tidak cocoknya suatu pasangan pengantin akan dapat dilihat dengan jelas.
Pasangan yang tidak cocok (secara rohani) dianjurkan untuk membatalkan rencana perkawinannya, karena dapat dipastikan akan berakibat fatal bagi kedua mempelai bersangkutan. Setelah jaman Dharma Sastra, pasangan pengantin tidak lagi dipertemukan oleh Resi, namun oleh raja atau orang tua mempelai, dengan mempertimbangkan duniawi, seperti menjaga martabat keluarga, pertimbangan kekayaan, kecantikan, kegantengan dan lain-lain. Saat inilah mulai merosotnya nilai-nilai rohani sebagai dasar pertimbangan.
Pada jaman modern dan era globalisasi seperti sekarang ini, peran orang tua barangkali sudah tidak begitu dominan dalam menentukan jodoh putra-putranya. Anak-anak muda sekarang ini lebih banyak menentukan jodohnya sendiri. Penentuan jodoh oleh diri sendiri itu amat tergantuang pada kadar kemampuan mereka yang melakukan perkawinan. Tapi nampaknya lebih banyak ditentukan oleh pertimbangan duniawi, seperti kecantikan fisik, derajat keluarga dan ukuran sosial ekonomi dan bukan derajat rohani.
Makna dan Lambang
UU Perkawinan no 1 th 1974, sahnya suatu perkawinan adalah sesuai hukum agama masing-masing. Jadi bagi umat Hindu, melalui proses upacara agama yang disebut “Mekala-kalaan” (natab banten), biasanya dipuput oleh seorang pinandita. Upacara ini dilaksanakan di halaman rumah (tengah natah) karena merupakan titik sentral kekuatan “Kala Bhucari” sebagai penguasa wilayah madyaning mandala perumahan. Makala-kalaan berasal dari kata “kala” yang berarti energi. Kala merupakan manifestasi kekuatan kama yang memiliki mutu keraksasaan (asuri sampad), sehingga dapat memberi pengaruh kepada pasangan pengantin yang biasa disebut dalam “sebel kandel”.
Dengan upacara mekala-kalaan sebagai sarana penetralisir (nyomia) kekuatan kala yang bersifat negatif agar menjadi kala hita atau untuk merubah menjadi mutu kedewataan (Daiwi Sampad). Jadi dengan mohon panugrahan dari Sang Hyang Kala Bhucari, nyomia Sang Hyang Kala Nareswari menjadi Sang Hyang Semara Jaya dan Sang Hyang Semara Ratih. Jadi makna upacara mekala-kalaan sebagai pengesahan perkawinan kedua mempelai melalui proses penyucian.
Peralatan Upacara Mekala-kalaan
Sanggah Surya       
Di sebelah kanan digantungkan biyu lalung dan di sebelah kiri sanggah digantungkan sebuah kulkul berisi berem. Sanggah Surya merupakan niyasa (simbol) stana Sang Hyang Widhi Wasa, dalam hal ini merupakan stananya Dewa Surya dan Sang Hyang Semara Jaya dan Sang Hyang Semara Ratih.
Biyu lalung adalah simbol kekuatan purusa dari Sang Hyang Widhi dan Sang Hyang Purusa ini bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Jaya, sebagai dewa kebajikan, ketampanan, kebijaksanaan simbol pengantin pria.
Kulkul berisi berem simbol kekuatan prakertinya Sang Hyang Widhi dan bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Ratih, dewa kecantikan serta kebijaksanaan simbol pengantin wanita.
Kelabang Kala Nareswari (Kala Badeg)           
Simbol calon pengantin, yang diletakkan sebagai alas upakara mekala-kalaan serta diduduki oleh kedua calon pengantin.
Tikeh Dadakan (tikar kecil)          
Tikeh dadakan diduduki oleh pengantin wanita sebagai simbol selaput dara (hymen) dari wanita. Kalau dipandang dari sudut spiritual, tikeh dadakan adalah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Prakerti (kekuatan yoni).
Keris  
Keris sebagai kekuatan Sang Hyang Purusa (kekuatan lingga) calon pengantin pria. Biasanya nyungklit keris, dipandang dari sisi spritualnya sebagai lambang kepurusan dari pengantin pria.
Benang Putih          
Dalam mekala-kalaan dibuatkan benang putih sepanjang setengah meter, terdiri dari 12 bilahan benang menjadi satu, serta pada kedua ujung benang masing-masing dikaitkan pada cabang pohon dapdap setinggi 30 cm.
Angka 12 berarti simbol dari sebel 12 hari, yang diambil dari cerita dihukumnya Pandawa oleh Kurawa selama 12 tahun. Dengan upacara mekala-kalaan otomatis sebel pengantin yang disebut sebel kandalan menjadi sirna dengan upacara penyucian tersebut.
Dari segi spiritual benang ini sebagai simbol dari lapisan kehidupan, berarti sang pengantin telah siap untuk meningkatkan alam kehidupannya dari Brahmacari Asrama menuju alam Grhasta Asrama.
Tegen – tegenan    
Makna tegen-tegenan merupakan simbol dari pengambil alihan tanggung jawab sekala dan niskala.          
Perangkat tegen-tegenan :
  1. Batang tebu berarti hidup pengantin artinya bisa hidup bertahap seperti hal tebu ruas demi ruas, secara manis.
  2. Cangkul sebagai simbol Ardha Candra. Cangkul sebagai alat bekerja, berkarma berdasarkan Dharma
  3. Periuk simbol windhu
  4. Buah kelapa simbol brahman (Sang Hyang Widhi)
  5. Seekor yuyu simbol bahasa isyarat memohon keturunan dan kerahayuan.
Suwun-suwunan (sarana jinjingan)      
Berupa bakul yang dijinjing mempelai wanita, yang berisi talas, kunir, beras dan bumbu-bumbuan melambangkan tugas wanita atau istri mengmbangkan benih yang diberikan suami, diharapkan seperti pohon kunir dan talas berasal dari bibit yang kecil berkembang menjadi besar.
Dagang-dagangan
Melambangkan kesepakatan dari suami istri untuk membangun rumah tangga dan siap menanggung segala Resiko yang timbul akibat perkawinan tersebut seperti kesepakatan antar penjual dan pembeli dalam transaksi dagang.
Sapu lidi (3 lebih)    
Simbol Tri Kaya Parisudha. Pengantin pria dan wanita saling mencermati satu sama lain, isyarat saling memperingatkan serta saling memacu agar selalu ingat dengan kewajiban melaksanakan Tri Rna, berdasarkan ucapan baik, prilaku yang baik dan pikiran yang baik, disamping itu memperingatkan agar tabah menghadapi cobaan dan kehidupan rumah tangga.
Sambuk Kupakan (serabut kelapa)       
Serabut kelapa dibelah tiga, di dalamnya diisi sebutir telor bebek, kemudian dicakup kembali di luarnya diikat dengan benang berwarna tiga (tri datu). Serabut kelapa berbelah tiga simbol dari Triguna (satwam, rajas, tamas). Benang Tridatu simbol dari Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa) mengisyaratkan kesucian.
Telor bebek simbol manik. Mempelai saling tendang serabut kelapa (metanjung sambuk) sebanyak tiga kali, setelah itu secara simbolis diduduki oleh pengantin wanita. Apabila mengalami perselisihan agar bisa saling mengalah, serta secara cepat di masing-masing individu menyadari langsung. Selalu ingat dengan penyucian diri, agar kekuatan triguna dapat terkendali. Selesai upacara serabut kalapa ini diletakkan di bawah tempat tidur mempelai.
Tetimpug
Bambu tiga batang yang dibakar dengan api dayuh yang bertujuan memohon penyupatan dari Sang Hyang Brahma.
Setelah upacara mekala-kalaan selesai dilanjutkan dengan cara membersihkan diri (mandi) hal itu disebut dengan “angelus wimoha” yang berarti melaksanakan perubahan nyomia kekuatan asuri sampad menjadi daiwi sampad atau nyomia bhuta kala Nareswari agar menjadi Sang Hyang Semara Jaya dan Sang Hyang Semara Ratih agar harapan dari perkawinan ini bisa lahir anak yang suputra.
Setelah mandi pengantin dihias busana agung karena akan natab di bale yang berarti bersyukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Selanjutnya pada hari baik yang selanjutnya akan dilaksanakan upacara Widhi Widana (aturan serta bersyukur kepada Hyang Widhi). Terakhir diadakan upacara pepamitan ke rumah mempelai wanita. 


Menikah Dengan Orang yang Kastanya Lebih Tinggi
QUESTION:
1.     Apakah seorang wanita yang menikah dengan seseorang yang kastanya lebih tinggi tidak diperkenankan untuk menyumbah orang tuanya yang meninggal? Dan apakah juga cucunya tidak diperkenankan untuk menyumbah? Apakah ini termasuk larangan Agama Hindu?
2.     Apakah dalam upacara mepamit di Sanggah perempuan, calon suami yang kastanya lebih tinggi tidak diperkenankan ikut bersembahyang?
3.     Saat upacara perkawinan di pihak Lelaki (kastanya lebih tinggi) banten natab dibuat secara terpisah atau jadi satu? Contohnya ada beberapa upacara natab di mana perempuannya natab dengan keris atau juga dengan tampul.
ANSWER:
1. Kewajiban seorang anak kepada orang tuanya sebagaimana inti dari tattwa dalam upacara Pitra Yadnya, antara lain menyumbah orang tuanya ketika ia meninggal dunia.
Hanya seorang Pandita saja yang dibebaskan dari kewajiban ini, karena beliau sudah ‘madwijati’. Pembebasan itu pun juga disebabkan karena sebelum beliau mediksa, terlebih dahulu harus menyumbah orang tuanya.
Bagi seorang pemangku (ekajati) demikian pula, sebelum mawinten agar nyumbah orang tua dahulu.
Jadi untuk seorang wanita yang kawin dengan lelaki yang “triwangsa”, tetap wajib menyumbah orang tuanya bila mereka meninggal dunia. Demikian seterusnya bagi keturunan selanjutnya, cucu, kumpi, dan lain-lain.
2. Si Suami wajib ‘muspa’ di Sanggah Pamerajan pihak Istri, karena yang dipuja di sana adalah Bhatara Hyang Guru, yaitu Sanghyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai Trimurti.
3. Itu tradisi yang keliru, mestinya tidak demikian, jika kita benar-benar mengerti dengan hakekat ajaran-ajaran Agama Hindu, di mana semua manusia, atau mahluk ciptaan Tuhan/ Sanghyang Widhi adalah sama

Bolehkah Menikah dengan Saudara Misan?

QUESTION:
1.     Bolehkah menikah dengan saudara misan (sepupu)?
2.     Apakah pemisahan tempat duduk pria dan wanita dalam persembahyangan diatur oleh agama?


ANSWER:
1. Menikah dengan saudara misan di mana kedua ayah bersaudara, dalam Manawa Dharmasastra Buku ke-3 pasal 5 disebutkan sebagai perkawinan sapinda yang tidak dianjurkan (dilarang).
Selain itu ada dampak negatif dalam genetika yang mempengaruhi kecerdasan si anak di kemudian hari. Untuk ini bisa ditanyakan kepada ahli medis atau psikolog.
2.  Pemisahan tempat duduk antara pria dan wanita dalam bersembahyang, tentu berdasar kesepakatan diantara penyungsung Pura atau krama setempat.
Dalam sastra agama hal ini tidak diatur/ belum saya temukan pengaturannya.